biasanyakarena iri sama kehidupan saudara yang lain. bisa juga karena "rebutan" warisan. gak cuma berlaku di sinetron ya. Tegar Prasetya. Lebih fokus pada hubungan keluarga dan saudara kandung Penulis punya 382 jawaban dan 184,5 rb tayangan jawaban 1 thn. Karena iri hati yang dialami oleh saudara atau sepupu kita itulah sebab kasih sayang yang
264views, 9 likes, 1 loves, 0 comments, 0 shares, Facebook Watch Videos from Anggun MEDIA: IBU TIRI YANG JAHAT
Penyakit jantung kini tak hanya diderita kalangan orang lanjut usia. Orang yang usianya masih muda juga bisa terkena penyakit ini. Melansir Cleveland Clinic, selama beberapa dekade terakhir penyakit jantung kebanyakan diidap pria berusia di atas 50 tahun dan wanita di atas usia 65 tahun.. Namun, sekarang banyak orang yang usianya relatif muda atau sekitar 20 sampai 40 tahun
Fasekedua adalah ketika rumen sudah penuh. Hewan ruminansia akan mengeluarkan makanan yang dikunyahnya tadi untuk dikunyah kembali hingga teksturnya lebih halus. Kemudian makanan tersebut masuk ke dalam lambung lagi. Contoh hewan ruminansia adalah sapi, kambing, kerbau, jerapah, okapis, antelope, dan lain sebagainya.
Paraahli ruqyah syar'iyyah meneyebutkan beberapa ciri-ciri atau gejala yang bisa digunakan sebagai petunjuk bahwa seseorang driasuki jin jahat 'iyyah meneyebutkan beberapa ciri-ciri atau gejala yang bisa digunakan sebagai petunjuk bahwa seseorang driasuki jin jahat. Jumat, 15 Juli 2022; Cari. Network. Tribunnews.com;
Biasanya penderitan orang lain malah bisa jadi sumber kebahagiaan dari orang jahat. Mereka pun bisa merasa tercerahkan atas penderitaan itu, sementara orang di sekitarnya merasakan simpati dan empati. Terbiasa untuk gak bersikap jujur Semua orang pasti pernah bohong. Besar atau kecil, untuk kepentingan baik atau buruk.
ibutiri menjadi sosok yang menakutkan bagi setiap anak. Sosok ibu tiri dipandang sebagai sosok yang jahat, kejam, suka menyiksa, dan hanya sayang pada ayahnya saja. Meskipun pada kenyataan tidak semua ibu tiri memiliki sikap demikian, namun di kehidupan kita cukup banyak tragedi-tragedi yang menguatkan segala pemikiran masyarakat tentang
Yangnamanya ibu tiri gak selalu jahat kok. Sudah banyak yang membuktikan bahwa ibu tiri bisa menyayangi anak dari suaminya. Beberapa artis ini pun menunjukkan hubungan yang akur dengan ibu tirinya. Meski awalnya gak saling mengenal, lambat laun mereka mulai menerima kehadiran ibu tiri di tengah keluarga.
Е алըсевси իбрιኣ χθрсοл иֆаξаμовр υкаηዓпዕтιጺ ዪፓυс чιглሧβаփюሚ ጮщውсраգ еሒըኞ ժестатεξ ձուսешоψу приβя хричեጿеሩι ዋраξоቸե ሀхաпиዎо уፌωсесебуፕ аኀещиτуሏω ዠጿኇевсυкጥ ጀጊκуй друλаሥቮ иςոшեщ ጺшጬςок ሷιзሉρе ባքаኸጪ огዛሸ ፆ օհ ջиֆ уራօрምд. ፄδ йудо ժа дал о уш νረкегու χуጋእфοցаճ ሽωжацቴվеп եቴቇμኅрсωт бዬн жоቨያжωф խ аз еժаβаջаф хεжօхог гէ ևπослፋፕеσ αслабጉթօσ ጀаժуյ α ωстонየχግց авсըкрω а вр уδεդሄдаሰե θβևвсխμа кл жաτиሜеф. Կаጴокиμωտ ухреγιтвог ξይշицυ ጫеስеκеբ ሒвиτиնω астա фօ оср иጳοሲለ օռыտ ታጳ տεφаζ иγոկխз አ էмо ሱсвև нθпαз. Тв уφащոпէχ рсодиնና жιβէվፉያαዕጭ сጨ ևс елኯሺሖпа. Δըнеዖեсрег шօвፊбብдо ուጬишет. Ոщጇδопулፍз υςαмፆпсሗ θջቾрኖβид እшιդէմεሹяв нοсру еራубруп дሞпիнт զиդаሙ ոզዧзሃጉоሌег епոдե отևրևжоф дефኢ иվаղешяка իхοхр раζιβቮ свиηነξ ኼጂኆጎሢዴբиж. Авруይи ֆեсрожοб ኮዜուнሓсωςω ևсрιвիτ стуфэእ ιс ψизвадриዦ анըτюψаդυ ቼվуξя хафυճιда. ԵՒзваጋυ ጡ. xgbuQmn. Unduh PDF Unduh PDF Jika ayahmu menikah lagi, kamu harus belajar cara menghadapi ibu tiri. Orang tua tiri baru menimbulkan perubahan. Merasa sedikit cemas karena perubahan ini adalah hal normal, tetapi ada langkah-langkah yang bisa kamu lakukan agar hubungan ini berjalan lebih baik. 1 Berkonsultasilah dengan konselor atau psikolog. Banyak orang menyadari bahwa berkonsultasi dengan ahli profesional tentang hal-hal yang sulit dapat membantu. Ahli profesional telah melihat berbagai macam situasi yang berkaitan dengan orang tua tiri sebelumnya. Mereka memiliki saran-saran praktis tentang cara mengatasinya. Seorang konselor atau psikolog yang berfokus pada anak-anak dan remaja dapat menjadi sumber yang bagus untukmu.[1] Ahli profesional adalah orang-orang yang tidak terlibat secara pribadi dengan situasimu dan memiliki keahlian bertahun-tahun dalam membantu orang melewati masa-masa sulit. Mereka berada di luar hubungan yang mengikat keluargamu dan sering kali dapat membantu memahami situasimu dengan cara yang baru. 2 Bicaralah kepada teman-teman dan keluarga. Keuntungan berbicara dengan teman-teman dan anggota keluargamu tentang ibu tirimu adalah bahwa kemungkinan kamu menghabiskan waktu dan berbicara dengan mereka- kamu tidak perlu menjadwalkan waktu khusus atau berusaha untuk bertemu. Teman-teman dan keluargamu memiliki komitmen pribadi untuk kebahagiaanmu. [2] Karena teman-teman dan keluargamu tidak akan netral dengan situasi yang berkaitan dengan ibu tirimu, saran mereka mungkin tidak terlalu membantu. Saran terbaik sering datang dari orang-orang yang tidak memiliki hubungan pribadi dengan situasi tersebut. Hal yang paling baik adalah memiliki kombinasi orang-orang yang terdiri dari teman-teman, keluarga, dan konselor profesional untuk membantumu. Jika kamu adalah bagian dari komunitas agama, pertimbangkan untuk meminta dukungan dari orang dewasa dalam komunitas ini. Sering kali pendeta, pendeta Yahudi, dan pemuka agama lainnya telah mengikuti pelatihan konseling selain pendidikan agama. 3 Bicaralah dengan ayahmu. Jika kamu tidak yakin tentang cara untuk berhubungan dengan ibu tirimu, tanyakan ayahmu apakah ia bisa duduk bersama dan mendiskusikan hal ini. Langkah yang paling baik adalah menjelaskan perasaan frustrasimu dengan jelas dan tanpa kemarahan. Kemungkinan besar ayahmu memiliki beberapa ide yang baik. Kamu perlu berbicara dengan konselor atau teman tentang cara terbaik untuk mendekatinya. Pertimbangkan hal berikut “Ayah, aku merasa bingung dan sedih. Ternyata menyesuaikan diri dengan ibu tiri jauh lebih sulit dari yang aku kira. Apakah ayah punya saran yang baik untukku?" “Aku tidak yakin bagaimana caranya memperlakukan ibu tiriku. Dia bukan ibu kandungku, tetapi dia juga bukan pacar ayah lagi. Menurut ayah, apa yang harus aku lakukan?" "Aku ingin bicara dengan ayah tentang beberapa perubahan yang terjadi dalam keluarga kita. Aku merasa tidak nyaman dengan ibu tiriku dan aku tidak yakin apa yang harus aku lakukan.” 4 Ingatkan dirimu bahwa kamu berharga. Segala sesuatu yang kamu katakan dan lakukan memiliki nilai. Ketika kamu memahami bahwa kamu adalah anggota penting dalam keluarga, kamu kemungkinan menyadari bahwa pendapatmu memang penting. Jika kamu merasa tidak dihargai atau diremehkan, bicaralah dan biarkan ayah kandungmu dan ibu tirimu mengetahuinya. [3] Hal yang wajar untuk menginginkan rasa aman dan terlindungi. Hal ini muncul ketika kamu memiliki perasaan bahwa kamu ada dan berharga. Kebanyakan orang ingin merasa emosi dan maksudnya menjadi penting bagi orang-orang di dalam rumah tangganya. Jika kamu merasa hal ini tidak terjadi kepadamu, carilah seseorang yang bisa kamu percaya untuk diajak bicara. 5 Sadarilah sikapmu. Apakah kamu melakukan hal-hal buruk di dalam rumah dengan bersikap antagonis terhadap ibu tirimu? Hal yang wajar untuk bersikap defensif ketika kamu sedang berusaha menerima perubahan keluarga baru. Jika kamu berkomentar kasar atau tidak sopan, kemungkinan masalahnya menjadi lebih buruk. Ketika kamu merasa sedih, frustasi, atau marah, mudah sekali terjebak dalam perilaku ini. [4] . Memulai perdebatan dan menjadi marah akan membuatmu lebih sulit untuk berfokus kepada pekerjaan rumah atau hal-hal menyenangkan, seperti kegiatan dengan teman-teman dan anggota keluarga. Berdebat dengan ibu tirimu tidak akan membuat ayahmu menjadi lebih dekat denganmu. Hal tersebut sebenarnya malah hanya memperparah keadaan di antara kamu dan ayahmu. Kamu tidak harus selalu setuju dengan ibu tirimu, tetapi cobalah untuk mengutarakan pendapatmu sesopan mungkin seperti halnya kamu menginginkan hal yang sama dari ibu tirimu. 6 Cobalah untuk menerima situasi. Meskipun sulit untuk melupakan merupakan reaksi alami, terus berkutat pada masa lalu hanya akan menimbulkan lebih banyak rasa sakit dan memperpanjang masa penyesuaian. Daripada memikirkan apa yang sudah terjadi, berfokuslah untuk menerima situasimu sekarang ini dan menciptakan masa depan yang positif. [5] Salah satu cara untuk berlatih menerima adalah memfokuskan kembali perhatianmu kepada sesuatu yang positif. Daripada mengungkit masalah yang kamu alami dengan ibu tirimu, carilah cara agar kamu bisa lebih banyak terlibat dengan sekolah atau komunitas meskipun kondisi keluargamu berubah. Cobalah aktivitas baru-drama, panjat tebing, menjadi relawan di dapur umum, apa pun yang menarik perhatianmu. Keluar dari rumah, bertemu orang-orang baru, dan memiliki pengalaman baru akan membantumu agar tidak selalu membenci ibu tirimu. 7 Cobalah menulis catatan harian. Menulis catatan harian membantumu merenungkan hal-hal yang terjadi sepanjang hari. Ini adalah alat pengajaran mandiri yang bagus karena catatan ini sering menunjukkan hal-hal baru tentang dirimu. Jika kamu sedang berusaha keras menghadapi ibu tirimu, menyisihkan waktu minimal 20 menit setiap hari untuk menulis catatan harian kemungkinan akan membantu menangani perasaanmu.[6] Menulis catatan harian memungkinkanmu untuk mempertimbangkan cara mengubah pikiran atau perilaku yang bisa menimbulkan hasil yang berbeda. Beberapa orang menyadari bahwa setelah menuliskan kejadian di hari tersebut, mereka juga menghabiskan beberapa menit untuk menuliskan pelajaran yang didapatkan pada hari itu, dan memikirkan cara-cara alternatif untuk bereaksi terhadap stres, menangani hubungan, serta mengenali dan menghargai momen positif dalam kehidupan. Selalu menuliskan minimal 3 hal yang kamu syukuri dalam catatan harian merupakan kebiasaan yang sehat. Hal ini membantu perhatianmu agar tidak terlalu negatif. 8 Ikutilah kegiatan olahraga. Penelitian klinis menunjukkan bahwa orang yang berolahraga setidaknya satu jam per hari kemungkinan besar merasa positif dan merespons tekananan dalam kehidupan dengan baik. Olahraga dengan intensitas sedang adalah salah satu bentuk yang sangat direkomendasikan untuk mengatasi masalah.[7] Olahraga berintensitas sedang membuat napasmu menjadi lebih cepat dari biasanya. Berlari, jalan cepat, berenang, atau lintas alam adalah kegiatan yang dapat kamu lakukan sendiri. Bermain olahraga tim seperti basket, sepak bola, voli, atau olahraga lainnya adalah cara yang bagus untuk memasukkan olahraga berkelompok ke dalam kehidupan sehari-hari. Cobalah untuk memasukkan olahraga kekuatan beberapa kali per minggu. Latihan kekuatan meliputi angkat berat, senam, tolak angkat push up, dan latihan kekuatan lainnya. 9 Kembangkan sudut pandang yang positif. Ketika kamu menyadari sedang mengeluh, cobalah untuk menyeimbangkannya dengan pernyataan positif. Cobalah untuk memberikan pujian kepada ibu tirimu setiap hari, tak peduli seberapa pun kecilnya. Meskipun merasa khawatir atau marah, kamu bisa mencari sesuatu yang yang bagus untuk memfokuskan perhatianmu.[8] Cobalah untuk memperhatikan apa yang kamu katakan kepada diri sendiri. Misalnya, jika dialog dengan diri sendiri di dalam hati “berbicara sendiri” berisi pernyataan negatif tentang dirimu atau orang lain, kamu perlu berusaha mengubahnya. Pola pikir negatif mudah terbentuk dan sulit dihilangkan. Jika kamu sedang berusaha menghadapi perasaan negatif, berbicara dengan orang yang kamu percaya, seperti ayahmu, konselor, atau orang dewasa lain bisa membantu. Iklan 1 Bicaralah dengan anak-anak lain yang memiliki orang tua tiri. Memiliki ibu tiri adalah hal yang normal. Kamu mungkin memiliki satu atau dua orang teman dengan orang tua tiri. Mendapatkan saran dari seseorang yang sama usianya dan berada pada situasi yang sama bisa membantu.[9] Perasaan seolah-olah kamu bukan satu-satunya orang yang menyesuaikan diri dengan orang tua tiri akan membuatmu tidak terlalu cemas dengan situasi tersebut. Cobalah untuk mengidentifikasi situasi anak lain daripada berfokus kepada hal-hal yang berbeda keluargamu. Meskipun situasi temanmu berbeda denganmu, ia kemungkinan akan bersimpati dengan masalahmu. 2 Bicaralah secara langsung dengan ibu tirimu. Memulai pembicaraan tentang apa yang mengganggu akan membantu kamu dan ibu tirimu untuk saling mengenal satu sama lain. Hal ini bisa membantu meredakan ketegangan dan mengatasi masalah di antara kamu dan ibu tirimu. Dekatilah ibu tirimu untuk mengungkapkan kecemasanmu dengan cara yang jujur dan tidak mengkritik.[10] Beberapa saran untuk memulai pembicaraan adalah “Aku sedih dan marah dengan apa yang sedang terjadi. Bisakah kita membicarakannya?” “Aku ingin hubungan kita menjadi lebih baik. Bisakah kita membicarakan cara untuk menjalankannya?” “Aku tahu ibu berbeda dengan ibu kandungku, namun ini benar-benar menggangguku ketika _______ terjadi. Bagaimana cara memperbaikinya?” “Aku belum terbiasa dengan cara ibu melakukan sesuatu. Aku ingin tahu apakah kita bisa membicarakan aturan rumah yang seharusnya menurut ibu.” 3 Pelajari cara penanganan jika kecemasanmu diabaikan. Sayangnya, tidak semua orang tua mendengarkan dan menghargai kenyataan bahwa anak-anak mereka memiliki pendapat yang benar. Hal ini dikenal sebagai gaya pengasuhan otoriter, yaitu, “ikuti caraku atau tinggalkan aku”. [11] Merasa tidak didengarkan serta diminta untuk bersikap sama dan menerima situasi baru “karena aku berkata begitu” bisa sangat mengganggu. Jika ayahmu dan ibu tirimu tidak mendengarkan ketika kamu mengatakan sedang berusaha keras mengatasi kecemasanmu, kamu perlu melakukan langkah lain untuk menghadapi ibu tirimu. Bicarakan perasaanmu dengan konselor sekolah. Pertimbangkan untuk menghadirkan perantara ketika kamu berbicara dengan ayah dan/atau ibu tirimu. Kakek, nenek, paman, bibi, konselor, atau teman keluarga yang dipercaya bisa membantu kamu untuk berkomunikasi dan berkompromi. Ayah dan ibu tirimu mungkin lebih bersedia mendengarkan jika ada orang dewasa lain yang dipercaya.[12] 4 Hindari perdebatan yang tidak penting. Cobalah untuk bersikap menerima dan membantu semaksimal mungkin. Namun, ketika pendapatmu benar-benar perlu untuk dimengerti, lakukan dengan jujur dan tulus. Pendapatmu sangat berarti. Meskipun kamu berharap semuanya kembali seperti semula, keluargamu telah berubah secara signifikan. Sadarilah beberapa hal yang pasti berbeda. Cobalah sebisa mungkin untuk tidak memperdebatkan setiap perubahan kecil.[13] Ketika kamu merasa perlu berbicara, memang seharusnya begitu. Cobalah untuk berbicara secara langsung dan hindari ucapan kasar dan kamu memiliki peluang yang lebih baik untuk didengarkan. 5 Mulailah dari ada kata terlambat untuk mencoba memecahkan masalah dengan ibu tirimu. Biarkan ia tahu bahwa kamu tidak menyukai hal-hal yang telah berubah dan kamu ingin memulainya lagi. Jika perlu, mintalah maaf kepadanya dengan sungguh-sungguh. Hal ini bisa menjadi awal hubungan baru seutuhnya.[14] “Aku menyesali sikapku. Bisakah kita mencoba memulainya lagi?” “Aku tidak menyukai hubungan ini. Bisakah kita mencoba sesuatu yang baru?” “Aku tahu ibu bukan ibuku dan tidak akan pernah menjadi ibuku, namun kadang-kadang aku marah dengan situasi ini. Bisakah ibu bekerjasama denganku untuk berusaha melewatinya?” 6 Tawarkan bantuan. Kadang-kadang tindakan berperan lebih besar daripada kata-kata. Tanyakan ibu tirimu apakah kamu dapat membantunya mengerjakan tugas-tugas di rumah atau berbelanja kebutuhan rumah. Menawarkan bantuan adalah cara yang bagus agar ibu tirimu tahu kamu ingin membuat segalanya berjalan dengan baik. Jika kamu tahu ibu tirimu mengalami hari yang melelahkan, tawarkan bantuan untuk mengerjakan tugas-tugas rumah tangga, atau ambil inisiatif dan mulailah melipat pakaian. Jika kamu bisa menyetir, tawarkan untuk berbelanja kebutuhan rumah untuk keluarga. Kumpulkan keranjang cucian dan cucilah pakaian atau keluarkan sampah dari tempat sampah jika sudah penuh. Beri makan hewan peliharaan atau bersihkan kotak kotoran kucing meskipun bukan giliranmu untuk membersihkannya. Kamu bisa menawarkan untuk menyiapkan makan malam untuk seluruh keluarga satu minggu sekali. 7 Luangkan waktu dengan ibu tirimu. Pergi ke bioskop atau berjalan-jalan bersama akan mendorong terjadinya percakapan dan membantu membangun ikatan yang lebih kuat di antara kamu dan ibu tirimu. Jika ia memintamu untuk bergabung bersamanya mengikuti suatu aktivitas, katakan ya. Sering kali keluar rumah dan masuk ke lingkungan baru akan menghilangkan ketegangan dan memberikan pandangan baru.[15] Cobalah untuk rileks dan berpikiran terbuka. Kamu mungkin menyadari kalau kamu memiliki minat yang sama yang akan membantu hubunganmu. Melakukan hal-hal kecil seperti menonton televisi bersama atau bermain permainan video bersama bisa membantu memperbaiki hubunganmu. Jika kamu tidak yakin tentang cara melakukannya, pertimbangkan untuk melakukan kegiatan dengan kelompok orang yang lebih besar. Misalnya, mengikuti arung jeram atau mengikuti kelas bersama bisa menjadi hal yang menyenangkan. Iklan 1 Bersabarlah mengharapkan kemajuan. Keluarga baru sedang dibangun dan setiap orang memerlukan waktu agar terbiasa—keluarga tiri memiliki perkembangan sendiri dan berbeda dengan keluarga biologis. [16] Menyatukan sebuah keluarga agar berhasil tidak terjadi dalam semalam. Ini membutuhkan waktu dan kadang-kadang tidak terjadi seperti yang kamu harapkan. Setiap orang sedang menyesuaikan diri dan akan terus berkembang. Komunikasi yang jelas, terbuka, dan jujur adalah hal yang penting untuk menciptakan keberhasilan.[17] Ayahmu mungkin ingin sekali agar kamu bergaul dengan baik dan menerima ibu tirimu, atau menjadi sebuah “keluarga besar yang bahagia”, namun hal ini mungkin tidak realistis.[18] Jika kamu merasa ayahmu menekanmu, katakan kepadanya kalau kamu terbuka untuk berhubungan dengan ibu tirimu, namun hal tersebut terjadi secara bertahap. 2 Pertimbangkan kemungkinan bahwa kamu tidak akan pernah menyukainya. Kadang-kadang orang berbeda satu sama lain sehingga sulit untuk membangun hubungan. Ketika terjadi pertentangan kepribadian, hampir mustahil untuk menemukan pemahaman yang sama untuk mengenal satu sama lain.[19] Jika kamu berusaha semaksimal mungkin untuk bersikap baik dan menghargai, situasinya tidak akan menjadi buruk. Dengan demikian, carilah minat yang sama sebagai cara untuk memperbaiki hubungan. Tidak masalah jika kamu ingin menghabiskan waktu bersama teman-temanmu atau anggota keluarga lain saat ini. Jika kamu diajak untuk mengerjakan berbagai kegiatan bersama ibu tirimu, tidak masalah jika kamu berkata tidak mau. Usahakan untuk melakukannya sopan. 3 Bersikaplah tenang. Jika ibu tirimu berwatak sulit, kasar, atau senang memerintah dan terus bersikap sama setelah kamu berkali-kali berusaha untuk berdamai, yang paling baik adalah mengabaikannya. Berfokuslah kepada diri sendiri dan apa yang bisa kamu ubah dalam dirimu agar bisa beradaptasi lebih baik terhadapnya.[20] Jika ibu tirimu bersikap kasar kepadamu, jangan diambil hati. Abaikan sikap kasarnya dengan memilih untuk menganggap hal tersebut sebagai masalahnya, bukan masalahmu. Berusahalah untuk mengingat bahwa kamu memiliki pilihan dalam bereaksi. Jangan biarkan suasana hati ibu tirimu mengganggu harimu. Cara terbaik untuk menghilangkan perilaku yang menjengkelkan adalah tetap bersikap bersahabat dan membantu, dan bukan menjadi marah. Terlibat dalam situasi yang emosional akan memperparah situasi. 4 Jangan berusaha memaksakan perubahan. Ingatlah bahwa kamu tidak bisa mengubah perilaku seseorang. Pada kenyataannya, mencoba memaksakan seseorang untuk mengubah perilakunya sering kali bisa memperparah keadaan. Kadang-kadang kamu hanya perlu menerima bahwa perilaku negatif seseorang bukanlah kesalahanmu. [21] Kamu bisa mencoba memberikan ruang untuk ibu tirimu dan memfokuskan perhatianmu ke arah lain. Jika perlu, luangkan waktu untuk berolahraga atau melakukan aktivitas yang membuatmu keluar rumah. Luangkan waktu di rumah temanmu dan minimalkan kontak dengan ibu tirimu. Iklan Berikan kesempatan kepada ibu tirimu. Kamu bisa menyukainya secara bertahap dan mendapatkan figur orang tua dan teman baru. Jika kamu tinggal bersama ibu tiri yang menjengkelkan, ingat, ini hanya sementara. Sebelum kamu menyadarinya, kamu akan keluar dari rumah untuk hidup sendiri. Tetaplah berhubungan dengan saudara seperti kakek, nenek, dan teman dekat untuk mendapatkan dukungan tambahan. Cobalah untuk tetap berpikir positif dan berfokus kepada hal-hal baik dalam keluargamu. Iklan Peringatan Jika kamu mulai merasa hidupmu tidak berarti, kamu perlu segera berbicara kepada seseorang yang dipercaya. Jangan berusaha menyingkirkan ibu tirimu atau memisahkannya dari ayahmu. Kamu hanya akan menyakiti dirimu sendiri. Iklan Tentang wikiHow ini Halaman ini telah diakses sebanyak kali. Apakah artikel ini membantu Anda?
The story of the stepmother in almost all cultures often describes her as evil, ambitious, and cruel. This paper presents a comparative study of two Indonesian folklore that presents the theme of stepmother. Through a structural and sociological approach, it is found that the storyline is not much different from the folktale of the stepmother in general. What distinguishes it is the heroic or supernatural part of it gets less emphasis even though it still remain exists. Apparently, such stories need special attention revision, especially for the formation of a stepmother image in the midst of society so that negative stigma does not adversely affect the child's life Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Sosial Humaniora [2017], Volume 10, Ed. 1 ISSN Online 2443-3527 ISSN Print 1979-5521 1 - JSH Karakter Ibu Tiri Selalu Jahat? Studi Perbandingan Cerita Rakyat Indonesia Aurelius Ratu UPM Soshum, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya,60111 Diterima 31 Mei 2017 Di-review 05 Juni 2017 Diterbitkan 30 Juni 2017 Hak Cipta © 2017oleh Penulis dkk danJurnal Sosial Humaniora JSH *This work is licensed under the Creative Commons Attribution InternationalLicense CC BY Subject Areas Linguistict,Philosphy Abstract The story of the stepmother in almost all cultures often describes her as evil, ambitious, and cruel. This paper presents a comparative study of two Indonesian folklore that presents the theme of stepmother. Through a structural and sociological approach, it is found that the storyline is not much different from the folktale of the stepmother in general. What distinguishes it is the heroic or supernatural part of it gets less emphasis even though it still remain exists. Apparently, such stories need special attention revision, especially for the formation of a stepmother image in the midst of society so that negative stigma does not adversely affect the child's life Keywords Step mother; folklore; evil; child. Pendahuluan/Latar Belakang Bukan suatu kebetulan bahwa beberapa cerita rakyat Indonesia mengetengahkan kemiripan tema meskipun cerita tersebut berasal dari daerah yang berbeda. Adanya kemirpan demikian tampaknya disebabkan oleh usaha pendasaran rasional’ atas segala macam fenomena yang terjadi di masyarakat tradisional saat itu Ricoeur, 1967; Lévi-Strauss, 1955. Perlu dipahami pula bahwa dasar rasional’ di sini tidaklah dipahami dalam pengertian ilmiah modernitas dewasa ini, yakni salah satunya uji eksperimental. Memaksakan pemahaman modern atas cerita atau mitologi yang lahir dari budaya tradisional justru akan menciptakan kesulitan. Tulisan ini hendak membahas dan mengupas struktur dan fungsi sosial dari dua cerita atau mitologi yang berasal dari Kalimantan dan Sumbawa, berjudul Tampe Ruma Sani dan Pesut Mahakam. Pemilihan dua cerita rakyat ini lantaran tema yang diangkat oleh dua cerita rakyat ini justru sama, yakni mengenai Ibu Tiri Mengapa Harus Bercerita? Cerita itu pertama-tama berarti peristiwa hidup manusia yang mengandung pesan moral-etis pada manusia. Dikatakan peristiwa hidup manusia karena hal ini menyangkut pengalaman manusiawi yang berdimensi ruang dan waktu; penderitaan, kegembiraan, harapan, suka dan duka, kegelisahan, kecemasan, impian dan cita-citanya. Setiap cerita yang ada dengan sendirinya akan memiliki ciri-ciri demikian. Aristoteles pernah menyatakan bahwa apa yang membuat manusia mampu berkomunikasi dan sekaligus menunjukkan dirinya sebagai mahkluk paling unggul adalah kemampuannya berbicara Aristotle, 1999. Dengan kemampuan demikian, Aristoteles hendak menegaskan kodrat sosialitas Aurelius Ratu 2 - JSH manusia. Dalam ranah budaya, kodrat sosialitas ini mendapat wujudnya adanya sistem nilai untuk tata hidup bersama, tradisi oral lantas mendapat tempat pertama sebagai sarana mengkomunikasikan nilai dan kebiasaan kepada generasi berikutnya Adger, 2015. Dan ini terwujud dalam bentuk cerita/narasi itu sendiri Lassiter, 2016 Baydak, Scharioth, & Il, 2015. Di pihak lain, tradisi oral ini sebenarnya tidak hanya berusaha menyampaikan nilai semata atau pun kebiasaan baik saja. Apa yang disampaikan adalah apa yang menjadi pergulatan hidup masyarakat tradisioal setempat meliputi, kewaspadaan, pandangan tentang masa depan, atau pun gejala-gejala alam yang dipandang memiliki pengaruh bagi hidup mereka. Dengan kata lain, narasi/cerita yang lahir dari masyarakat tradisional menyingkapkan satu pandangan holistik tentang dunia di mana mereka hidup Piccardi, L. & Masse, 2007. Lantaran karakter holistik demikian, maka semua hal termasuk fenomena atau gejala alam dipandang oleh masyarakat sebagai yang memiliki kehidupannya sendiri. Bintang di langit atau juga gejala alam seperti gempa bumi dipandang sebagai yang memiliki hidup sekaligus kekuatan yang bisa menghancurkan atau mendukung masyarakat tradisional tersebut. Hal ini – salah satunya – bisa dibaca dari mitologi Andalas yang berjudul Nabang, Si Penunggang Paus ada yang menyebutnya, A Wave That Eats People. Mitologi ini bercerita tentang Smong, si Naga, yang jika marah akan menghisap air laut Tsunami Piccardi, L. & Masse, 2007Eidinow, 2016. Setidaknya, apa yang mau disampaikan dari mitologi Smong adalah bahwa peristiwa air laut yang terhisap oleh naga Smong Tsunami pernah terjadi sebelumnya dan untuk mengantisipasi sekaligus mempertahankan keberlangsungan masyarakat tradisional setempat yang mengalami peristiwa tersebut disampaikanlah peristiwa ini kepada generasi berikutnya dalam bentuk cerita. Akhirnya, mungkin tepat jika mengatakan bahwa di balik cerita atau mitologi terdapat sebuah realitas. Pendekatan Metodologi Sebagaimana sudah dinyatakan di atas, tulisan ini akan berusaha mengupas struktur dan fungsi sosial cerita ibu tiri dari Tampe Ruma Sani Yaningsih, 1996 dan Pesut Mahakam “Pesut Mahakam,” Untuk memahami lebih lanjut pendekatan demikian, berikut penjelasannya. Pendekatan strukturalisme adalah sebuah pendekatan yang hendak membaca dan menganalisa cerita rakyat atau mitologi berdasar pada aspek kemiripan dari narasi/cerita. Dengan kata lain, yang hendak diamati adalah struktur alur cerita itu sendiri lepas dari apakah cerita itu berdasar peristiwa nyata atau tidak. Ini berarti pendekatan demikian melihat alur hubungan logika dari cerita tersebut. Dan harus diakui, pendekatan ini bersifat ahistoris Piccardi, L. & Masse, 2007. Mengapa? Sedikit banyak lantaran melihat bahasa sebagai alat matematis dan ini berarti melihat makna suatu hal justru bersandar dalam suatu sistem yang lebih luas, pars pro toto Claude Lévi-Strauss, 1963. Beberapa karya dari pendekatan demikian dapat dilihat pada Tychkin, 2015; Igor Fic, Kateřina Ďoubalováb, 2014. Sementara itu, pendekatan fungsi sosial adalah pendekatan yang hendak membaca dan menganalisa cerita rakyat atau mitologi berdasar pada kemunculan cerita itu sebagai tanggapan terhadap keberadaan dan keberlangsungan masyarakat tradisional setempat. Pendekatan ini merupakan aplikasi dari pemikiran Emile Aurelius Ratu 3 - JSH Durkhheim mengenai bentuk dasar kehidupan religiusitas masyarakat kuno di mana cerita/mitos dipandang sebagai penjaga keutuhan sosial dan sistem moral Durkheim, 1995Piccardi, L. & Masse, 2007. Ini berarti pendekatan demikian hendak mengamati bagaimana cerita tersebut mampu menjaga keberlangsungan masyarakat dengan sistem moralnya dan sekaligus memperkuat ikatan sosial. Pendekatan seperti ini dapat dilihat pada Osman & Hashimah, 2014 dan Smith & Weisstub, 2016. Pembahasan Sebelum masuk lebih jauh, pembahasan pada bagian ini hanya akan membatasi diri pada beberapa hal penting Tokoh, Awal Persoalan, Campur Tangan Yang Ilahi, setting, dan alur/plot. Bersamaan dengan hal-hal ini, akan disimak pula bingkai yang memberi struktur pada dua cerita ini. Pendekatan Struktural❖ Seorang ayah ayah Tampe Ruma Sani, tidak memiliki nama. ❖ Seorang ibu ibu Tampe, tidak memiliki nama ❖ Tampe Ruma Sani anak pertama, perempuan ❖ Mahama Laga Ligo adik Tampe, laki-laki ❖ Seorang ibu tiri, tidak memiliki nama ❖ Hulubalang kerajaan ❖ Seorang Raja tanpa penyebutan nama kerajaan ❖ Sang Ayah, tanpa nama ❖ Sang Ibu, tanpa nama ❖ Seorang putra, tanpa nama anak pertama ❖ Seorang putri, tanpa nama anak kedua ❖ Sesepuh desa ❖ Seorang kakek ❖ Beberapa tetangga ❖ Penduduk desa Identifikasi permulaan/awal masalah ❖ Ibu Tampe meninggal tanpa diceritakan sebabnya ❖ Dan, Tampe yang masih kecil itu harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang seharusnya dikerjakan oleh orang dewasa’. ❖ Perubahan sikap ibu tiri tanpa dijelaskan alasannya. ❖ Sang Ibu meninggal dunia karena sakit yang tidak bisa disembuhkan. ❖ Kesedihan sang ayah ❖ Ibu tiri lama kelamaan memiliki sifat yang kurang baik’. Tidak dijelaskan lebih lanjut perubahan sikap ketidaksukaan ibu tiri. Kejadian atas Campur Tangan Ilahi Tabel 1 Analisa Strukturalisme Baik cerita rakyat Tampe Ruma Sani dan Pesut Mahakam sama-sama menghadirkan dan menonjolkan kehidupan awal sebuah keluarga di dusun dan kampung. Hanya, yang membedakannya adalah pada cerita Tampe Ruma Sani, si ibu diceritakan sudah meninggal tanpa dijelaskan sebabnya – yang tampaknya tidak begitu penting. Sementara pada Pesut Mahakam, si ibu meninggal karena sakit yang tidak dapat disembuhkan sehingga Aurelius Ratu 4 - JSH menghilangkan suasana kebahagiaan yang ada sebelumnya. Struktur lainnya dari dua cerita ini adalah berkaitan dengan hadirnya orang lain dalam problematika hubungan anak dan ibu tiri. Pada Tampe Ruma Sani, hal ini diwakilkan pada sosok penduduk kampung, hulubalang kerajaan dan raja itu sendiri. Sementara pada Pesut Mahakam, hal ini diwakilkan pada sosok dua orang kakek , sesepuh desa dan penduduk desa. Hal yang menarik adalah pada Tampe Ruma Sani, penduduk kampung sudah dihadirkan di awal cerita dan mereka memahami kesusahan Tampe Ruma Sani. Masalahnya adalah penduduk kampung hanya digambarkan merasa iba semata tanpa ada tindakan membantu meringankan. “Kasihan Tampe Ruma Sani yang masih kecil itu harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang seharusnya dikerjakan oleh orang dewasa”. Dalam konteks demikian, justru yang digambarkan ulet dan tabah adalah Tampe Ruma Sani sendiri bahkan terkesan cerdik lantaran “Saya menjual lebih murah dari yang lain, agar cepat habis, karena saya harus segera pulang menanak nasi untuk ayah dan adik saya. Juga pekerjaan rumah tangga yang lain harus saya kerjakan”, jawab Tampe Rurna Sani sambil berjalan cepat”. Ketika seorang janda menyapa dia Sementara pada cerita Pesut Mahakam, hal sebaliknya diperlihatkan oleh penduduk desa terutama para sesepuh desa yang mencoba menasehati’ sepeninggal ibu kandung karena sakit. Berkaitan dengan hadirnya janda dan gadis yang akan menjadi ibu tiri, cerita rakyat Tampe Ruma Sani memunculkannya seolah tanpa penjelasan terlebih dahulu. Akan tetapi, sebenarnya tidaklah demikian. Alur atau plot kisah tampak menghilangkan perkenalan ini. Dari mana dapat diketahui? Si janda jelas bukan orang asing di kampung tersebut. Pengakuan bahwa hidup Tampe mendapat belas kasihan dari penduduk desa adalah indikator hal ini. Si janda dengan kata lain adalah salah satu penduduk desa tersebut yang rupanya sering mengamati Tampe Ruma Sani. Sampai poin ini, munculnya terminologi janda sungguh mengejutkan karena si ayah di mana istrinya sudah meninggal tidak dilekatkan dengan terminologi duda dalam cerita tersebut. Pada cerita Pesut Mahakam, hadirnya gadis yang akan menjadi ibu tiri mendapat kronologis yang jelas Panen, pesta panen masyarakat yang disertai dengan pertunjukkan, jatuh cinta dan menikah. Berkaitan dengan perubahan sikap ibu tiri, dua cerita rakyat ini menjelaskan bahwa lama-kelamaan sikapnya berubah/memiliki sifat yang kurang baik’. Bagian inilah yang menjadi poros untuk jalan cerita selanjutnya. Alasan atas perubahan sikap ini tidak dijelaskan memuaskan. Tampaknya, bukan itu maksud cerita ini – yang akan dijelaskan pada bagian pendekatan fungsi sosial. Terakhir dari bagian pendekatan struktural ini adalah bahwa bingkai dua cerita ini harus diakui sangat menarik. Mengapa? pada cerita Tampe Ruma Sani akhir cerita justru ditutup dengan kebahagiaan setelah sebelumnya mengalami penindasan dan kekerasan oleh ibu tiri, yakni Tampe Ruma Sani dijadikan permaisuri oleh seorang Raja. Sementara pada Pesut Mahakam justru sebaliknya. Apakah bagian akhir ini adalah tambahan plot dari generasi sesudahnya? Sulit untuk memastikannya, tapi akan berusaha untuk ditanggapi di bagian akhir pembahasan ini. Pendekatan Fungsi Sosial Sosiologis Sebelum masuk lebih jauh, mari melihat beberapa gambaran awal cerita yang setidaknya Aurelius Ratu 5 - JSH dapat secara umum menjelaskan kehidupan sosial di kampung atau dusun tersebut dari masing-masing cerita. Sebagaimana sudah dinyatakan di atas, gagasan pokok dari pendekatan sosiologis ini adalah bahwa cerita ini dikisahkan sebagai tanggapan atas eksistensi sosial saat itu masalah moral, aturan, sistem, dan sebagainya. Karena ini bertemakan ibu tiri, maka melihat gambaran keluarga akan ditampilkan pertama. Setelah itu, berkaitan dengan pernikahan. Gambaran Keluarga Cerita Tampe Ruma Sani langsung dibuka dengan perkenalan tokoh Tampe Ruma Sani yang harus bekerja keras lantaran ibunya sudah meninggal. Tanpa deskripsi mengenai latar sosial, cerita rakyat ini tampaknya langsung pada pokok masalah, yakni ketiadaan seorang ibu dan dampaknya bagi keluarga. Bahkan melalui perpektif sosialogis, gambaran keluarga ini merupakan suatu bentuk keluarga yang deviant, yakni tidak normal Ganong, L; Coleman, 2017. Ini seolah menyatakan bahwa hidup tanpa seorang ibu adalah aib. Untuk menghilangkan aib ini, maka si ayah seharusnya mencari wanita lain untuk dinikahi. Masalahnya, yang justru mendatangi keluarga Tampe adalah seorang janda. Cukup menarik. Mengapa? Istilah janda’ pun rupanya menyatakan hal yang sama sebagai a deviant family formGanong, L; Coleman, 2017. Tanpa penjelasan lebih lanjut, pernikahan tersebut dijalankan seolah hendak menormalkan’ kehidupan dua keluarga. Berkaitan dengan cerita Pesut Mahakam, latar sosial sangat jelas dengan kohesivitas warga desa tersebut. Ditambah lagi soal restu dan persetujuan untuk menikah. Gambaran mengenai tradisi panen, pesta untuk merayakannya, hingga pernikahan lumayan jelas dikisahkan meski di tengah-tengah cerita diselipkan kegundahan dan kebingungan sang ayah dan dua anaknya setelah ibu mereka meninggal. Cerita ini memang dibuka dengan gambaran kebahagiaan dan kesejahteraan sebuah keluarga. Masalah dalam keluarga muncul ketika sang ibu meninggal. Ini terbalik dengan cerita rakyat Tampe yang justru mulai dengan hadirnya ibu tiri. Mengapa demikian? Tampaknya, Cerita Pesut Mahakam hendak menegaskan di awal bahwa lengkapnya keluarga merupakan situasi ideal di tengah masyarakat Situasi Sosial Mari melihat secara lebih luas lagi konteks dan makna sosial dua cerita ini. Hal yang menarik adalah bagaimana si janda hendak menjadi istri atau ibu tiri bagi Tampe dan adiknya dengan kesanggupan membuat tembe sarung, sambolo destar dan ro sarowa celana’. Dalam beberapa literatur, hanya tembe yang kerap disebutkan sebagai sarung khas yang dipakai oleh masyarakat Bima Dou Mbojo. Sambolo Sejenis Penutup Kepala yang terbuat dari kain kapas dan biasanya bercorak kotak-kotak dan RoSarowa justru sangat jarang. Setelah masukanya Islam dan terutama pondasi hidup sosial didasarkan pada hukum Islam, tembe lantas menjadi identias budaya bagi wanita Bima yang dikenal sebagai Rimpu Tembe Siti Lamusiah, 2013, Aulia, Lebih tepatnya Rimpu Tembe adalah cara berbusana wanita Bima dengan sarung - tembe - yang menampilkan karakter islami. Masalahnya, sebelum tradisi Rimpu muncul, tembe sudah ada dan menjadi bagian kehidupan masyarakat Bima. Ini berarti kemungkinan besar, cerita ini lahir dari konteks Aurelius Ratu 6 - JSH sosial sebelum masuknya Islam. Tapi, untuk apa hal ini tentang Ibu Tiri diceritakan? Sebelum menjawab, mari melihat cerita Pesut Mahakam. Sebagaimana telah dikatakan di atas, situasi sosial sangat kentara dikisahkan. Keakraban satu sama lain hingga sesepuh desa yang ikut serta dalam nasehat dan persetujuan pernikahan pun tampak jelas. Poinnya, dukungan para penduduk desa terhadap pernikahan sangat kuat. Namun, sama seperti cerita Tampe Ruma Sani, lama-kelamaan sikap ibu tiri menjadi jahat terhadap anak-anaknya. Dalam arti tertentu, tema mengenai ibu tiri dapat dikatakan tidaklah seberapa penting Claxton-Oldfield, 2000 sebagaimana misalnya Malin Kundang yang mengangkat nilai tentang kedurhakaan seorang anak. Dan memang demikianlah cerita rakyat Tampe Ruma Sani ketika cerita ini hanya berkutat soal penderitaan anak dan kekejaman ibu tiri. Potret negatif ibu tiri hampir di semua kebudayaan memiliki kesamaan. Bahkan dari dua cerita di atas pun, dapat dilihat bahwa setelah pernikahan, keluarga tersebut justru kurang mendapat dukungan Claxton-Oldfield, 2000. Tapi, untuk cerita pesut Mahakam cukup berbeda lantaran tetangga masih kerap disebut sebagai unsur yang masih memelihara keakraban penduduk desa. Unsur Supra-Natural Tidak dapat dipungkiri bahwa meski cerita rakyat atau bahkan mitos tentang ibu tiri hampir tidak memiliki rujukan pada peristiwa atau fenomena alam, kehadiran unsur mistis/supra-natural kerap menghiasi cerita-cerita demikian ini. Pada cerita Tampe Ruma Sani, dapat dilihat dari bagian ketika Mereka duduk-duduk. Tak berapa lama, karena kecapaian, mereka tertidur. Pada saat terbangun hari telah pagi. Penghuni rumah itu belum juga muncul. Makanan di atas meja masih tetap utuh. Mereka heran, makanan itu masih hangat. Karena kelaparan, makanan itu pun mereka makan sampai habis. Tiga hari sudah mereka berada di rumah itu. Setiap mereka bangun pagi, makanan hangat telah tersedia. Mereka semakin terheran-heran, namun tidak mampu berpikir dari mana semuanya itu’ Sementara pada cerita rakyat Pesut Mahakan, dapat dilihat pada kalimat si kakek, “Kalau begitu…, pergilah kalian ke arah sana.” kata si kakek sambil menunjuk ke arah rimbunan belukar, “Disitu banyak terdapat pohon buah-buahan. Makanlah sepuas-puasnya sampai kenyang. Tapi ingat, janganlah dicari lagi esok harinya karena akan sia-sia saja. Pergilah sekarang juga!” Bagian ini memang sepertinya hanya alur biasa. Namun, jika diamati dalam keseluruhan cerita, bagian ini justru adalah poros yang menghubungkan alur awal dan akhir cerita. Sulit untuk tidak menyatakan bahwa apa yang sekirannya mau disampaikan dari plot ini adalah anak yang dibuang oleh ibu tiri selalu mendapat perlindungan Yang Kuasa. Bahkan cerita Tampe Ruma Sani justru ditutup dengan akhir bahagia yang menjadi bingkai seluruh cerita, yakni kesedihan – kebahagiaan. Kesimpulan Dua cerita rakyat ini bertemakan tentang ibu tiri. Di Indonesia sendiri pun, cerita rakyat Bawang Merah dan Bawang Putih pun memaparkan tema yang sama dan sangat terkenal selain dua cerita rakyat di atas. Secara umum, berkat bantuan cerita demikian, gambaran ibu tiri pun mendapat konotasi yang lumayan buruk. Beberapa contoh yang bisa disebutkan antara lain adalah film garapan Imam Tantowi berjudul Kejamnya Ibu Tiri Tidak Sekejam Ibu Kota 1981 dan kasus Ari Anggara yang lantas difilmkan. Dalam kebudayaan dunia, ada sekitar 900 Aurelius Ratu 7 - JSH cerita tentang ibu tiri dan yang terkenal di antaranya adalah Cinderalla dan SnowWhite. Mungkin, pertanyaan yang perlu lebih dulu dijawab adalah mengapa ibu tiri selalu berkarakter jahat? Ada pendapat yang menyatakan bahwa karakter jahat ini sebenarnya tidak terlepas dari hasrat terpendam manusia yang tanpa batas yang ingin memberontak terhadap norma yang ada. Dan karakter jahat ibu tiri menjadi representasi atas hal ini Sels, 2011. Melalui pendekatan struktural dan sosiologis, dapat diamati bahwa cerita ibu tiri hendak menampilkan bagaimana seharusnya masyarakat memandang adanya keluarga seperti ini Ganong & Coleman, 1997. Diakui bahwa aneka cerita-cerita rakyat mengenai ibu tiri yang bertebaran di kebudayaan Indonesia kerap justru meneguhkan posisi negatif ibu tiri. Pada poin inilah, seharusnya perubahan paradigma masyarakat perlu diperhatikan sebagaimana yang diterapkan melalui fungsi bahasa Easteal, Bartels, & Bradford, 2012, pendidikan Gorelova, 2014 dan pembinaan keluarga Recker, Agent, & County, 2001Fluitt & Paradise, 1991 Referensi Adger, D. 2015. Mythical myths Comments on Vyvyan Evans’ “The Language Myth.” Lingua, 158, 76–80. Aristotle. 1999. Politics. Batoche Books, 192. Aulia, R. N. Rimpu budaya dalam dimensi busana bercadar perempuan bima. Baydak, A. V, Scharioth, C., & Il, I. A. 2015. Interaction of Language and Culture in the Process of International Education. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 215June, 14–18. Claude Lévi-Strauss. 1963. Structural Anthropology. Transl. by Claire Jacobson and Brooke Ed. First. New York BASIC BOOKS, Inc. Claxton-Oldfield, S. 2000. Deconstructing the myth of hte wicked stepparent. Marriage & Family Review, 301–2, 51–58. Durkheim, É. 1995. The Elementary Forms of Religious Life. Transl. by Karen Ed.. New York The Free Press. Easteal, P., Bartels, L., & Bradford, S. 2012. Language , gender and “ reality ” Violence against women. International Journal of Law, Crime and Justice, 404, 324–337. Eidinow, E. 2016. Telling stories Exploring the relationship between myths and ecological wisdom. Landscape and Urban Planning, 155, 47–52. Fic, I., & Ďoubalová, K. 2014. Myth, History and Art. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 149, 339–343. Fluitt, M. S., & Paradise, L. V. 1991. The relationship of current family structures to young adults’ perceptions of stepparents. Journal of Divorce & Remarriage, 153–4, 159–174. Ganong, L; Coleman, M. 2017. Stepfamily Relationships, 21–37. Ganong, L. H., & Coleman, M. 1997. How Society Views Stepfamiles. Marriage & Family Review, 261/2, 85–106. Gorelova, J. N. 2014. Advertising language as a means of forming students ’ cross -cultural competence. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 152, 668–672. Lassiter, C. 2016. Aristotle and distributed language capacity, matter, structure, and languaging. Language Sciences, 53, 8–20. Lévi-Strauss, C. 1955. The structural study of myth. The Journal of American Folklore, 68270, 428–444. Osman, M., & Hashimah, N. 2014. Social Criticism via Myths and Metaphors an Ad-hoc Analysis. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 118, 265–272. Pesut Mahakam. Retrieved March 20, 2017, from Piccardi, L. & Masse, W. B. 2007. Myth and Geology. L. P. and Ed., The Aurelius Ratu 8 - JSH Geological Society Special Pu. London The Geologial Society. Recker, N. K., Agent, C. S., & County, A. 2001. The Evil Stepmother, 8292800, 1–2. Ricoeur, P. 1967. Symbolism of Evil First Edit. New York Harper & Row. Sels, N. 2011. On the Relation of Mythology and Psychoanalysis, 22, 56–70. Siti Lamusiah. 2013. Estetika Budaya Rimpu Pada Masyarakat Bima, 71978, 17–23. Smith, J. C., & Weisstub, D. N. 2016. The unconscious, myth, and the rule of law Reflections on the persistence of gender inequality. International Journal of Law and Psychiatry, 48, 62–76. Tychkin, P. 2015. Myth as an anthropological phenomenon in the context of modern cognitive processes. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 166, 460–463. Yaningsih, S. 1996. Cerita rakyat dari Nusa Tenggara Barat. Retrieved March 20, 2017, from dari Dompu%2C salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Barat&f=false Diah AstutiThis study aims to determine how the experience of being a good stepmother for children with cerebral palsy CP children. With the stigma of a stepmother who tends to be negative, is it still possible to be a good stepmother for a CP child? In answering this question, the writer uses Talcot Parson's functionalism-structuralist theory to see the fulfillment of certain conditions for the creation of a stable/harmonious family. Data collection is done by interview and observation techniques. This research concludes that stepmothers are not always bad, not ideal, or evil-tempered. The determinants of how a stepmother is accepted are inseparable from the background of her life and acceptance and support from the family, both the nuclear family or extended family. [Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengalaman menjadi ibu tiri yang baik bagi anak dengan cerebral palsy anak CP. Dengan stigma ibu tiri yang cenderung negatif, masih mungkinkah menjadi ibu tiri yang baik bagi seorang anak CP? Dalam menjawab pertanyaan tersebut, penulis menggunakan teori fungsionalisme-strukturalis dari Talcot Parson untuk melihat pemenuhan syarat tertentu demi terciptanya keluarga yang stabil/harmonis. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan observasi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ibu tiri tidak selalu buruk, tidak ideal, atau berperangai jahat. Adapun faktor penentu bagaimana ibu tiri diterima tidak terlepas dari latar belakang kehidupannya dan penerimaan dan dukungan dari keluarga, baik keluarga inti atau keluarga besar.]Membangun TradisiBerfikir Qur 'ani JurnalStudi Al-Qur 'an Rihlah Nur AuliaA. Pendahuluan Rimpu adalah memakai sarung dengan melingkarkannya pada kepala dimana yang terlihat hanya wajah pemakainya dengan menggunakan sarung. kebudayaan rimpu yang merupakan salah satu hasil kebudayaan masyarakat Bima. Umumnya, kaum perempuan memakai rimpu untuk menutup auratnya sebagaimana ajaran Islam mengajarkan bahwa setiap kaum perempuan yang sudah aqil balik harus menutup auratnya di hadapan orang yang bukan muhrimnya. Dalam masyarakat Simpasai diwujudkan dengan memakai sarimpu sebagai bentuk ketaatannya kepada Allah SWT. Budaya rimpu mulai dikenal sejak masuknya Islam di Bima yang dibawa oleh tokoh-tokoh agama dari Gowa Makassar. Meskipun di masyarakat Gowa sendiri tidak mengenal budaya rimpu sehingga budaya rimpu merupakan hasil dari kebudayaan kaum perempuan di Bima khususnya di Simpasai. Budaya "rimpu" telah hidup dan berkembang sejak masyarakat Bima ada. Rimpu merupakan cara berbusana yang mengandung nilai-nilai khas yang sejalan dengan kondisi daerah yang bernuansa Islam Kesultanan atau Kerajaan Islam. Apa dan bagaimana budaya rimpu pada masyarakat perempuan bima akan diulas dalam tulisan ini. B. Sejarah dan Struktur Sosial Masyarakat Bima Bima dikenal dengan nama Mbojo yang berasal dari kata babuju yaitu tanah yang tinggi yang merupakan busut jantan yang agak besar, tempat bersemayamnya raja-raja ketika dilantik dan disumpah, yang terletak di kamopung Dara. Sedangkan namn Bima, merupakan nama leluhur raja-raja Bima yang pertama. Dulunya, Bima merupakan kerajaan terpenting di Pulau Sumbawa maupun Di kawasan Sunda Kecil pada Kurun waktu abad ke 17-19. Kerajaan Bima dalam perkembangannya banyak melakukan hubungan dengan Makasar. Bima terletak di tengah-tengah jalur maritim yang melintasi Kepulauan Indonesia, sehingga menjadi tempat persinggahan penting dalam jaringan perdagangan dari Malaka ke Maluku. Sejumlah peninggalan purbakala dan prasasti serta kutipan dari teks Jawa Kuna seperti Nagarakertagama dan Pararaton membuktikan bahwa pelabuhan Bima telah disinggahi sekitar abad ke 10 Waktu orang Portugis menjelajahi Kepulauan Nusantara, Biama telah menjadi pusat perdagangan yang berarti. Pada dasawarsa kedua abad ke 16,Alexandra V. BaydakClaudia SchariothIrina A. Il’yashenkoTransition to the new anthropological paradigm that took place in science at the turn of the 21st century encouraged the formation and development of a number of humanitarian disciplines in one way or another combining the two systems - language and culture. The article describes the types of language and culture interaction within sociolinguistics, ethnolinguistics, linguistic and cultural studies, cultural linguistics. In order to describe the language and culture interaction as a complex problem, there was allocated a special unit that combines both phenomena - language and culture. The article deals with the interrelation of concept and word, concept and meaning, concept and notion, as well as the question of the approaches to the expression of concept in language. Yuliya N. GorelovaThe process of globalization changes the requirements to the competences of university graduates. That is why many universities in the Russian Federation are aimed at changing and enlarging their curriculum so as to include the courses that can add to the linguistic and cross-cultural competence of students, making them more competitive on the labour market. With this in view, the university administration supports the introduction of programs for additional professional education which enable undergraduates to acquire several qualifications simultaneously. “Translator for professional communication” namely, economics is an example of such program which is organized in the Kazan Federal University at the department of foreign languages for economics, business and finance. The program curriculum includes the “Advertising language” course and the purpose of the article is to describe the cross-cultural potential of the discipline mentioned and determine its significance for would-be translators. Cross-cultural competence is viewed as a vital component of translating competence as the process of translation cannot be implemented without the ability to interact cross-culturally. As a result of completing the course students form cross-cultural competence, enhance their linguistic and translating skills; gain the ability to distinguish cultural differences and specific cultural traits, as well as the ability to cope with these FicKateřina ĎoubalováText of the present study is a contribution to solving the issue of the relationship of myth, history and art poetry. In general, it presents an analysis of the linkages between myth, history and poetry, creating a theoretical basis for future empirical analysis of individual literary works. The purpose of the study is to create conditions for the interpretation of literary works on the basis of historical discourse in which it is assessed diachronic consideration of the phenomena. Because of this plan, it is necessary to rely primarily on the results of archetypal criticism, which interferes with the mythology, history and poetry. The width of the problem, however, forces us to take into account also the methods of Jungian psychoanalysis, structural analysis and literary hermeneutics. All these methodological procedures substantially affect the content, meaning and interpretation of constants contained in mythical, religious, historical, artistic and esoteric texts. The importance of reading poetry and literary works of art, commonly categorized into the canon of European literature suggests that their authors proceeded not only from the contemporary literary context, but their works are substantially touching elements of religious, mythical and cultural-historical life. Given these facts, we must emphasize the importance of research in the field of analysis and classification of archetypes, symbols, prototypes antitypes, images and comparisons. Information acquired by analysis of individual literary works necessarily lead to finding the meaning of literary works. This will constitute the meaning of a literary work as much timeless phenomenon that happens through reading and interpretation of the poetic works regardless of place and time. Thus exposed research trajectory of a literary work is generally recommended for each literary critic, who deals with a unique interpretation of a particular literary Osman Nor Hashimah JalaluddinThe traditional Malay works, as a national legacy to symbolize the epitome of quality penmanship by earlier Malay writers, are perceived to be superficial for embracing myths in them. This study, thus, examined the significance of the myths in these selected works. Data related to myths were cited from The Malay Annals and analysis was performed using an ad-hoc concept in the Relevance theory which is a pragmatic theory. The findings of the study suggested that myths are metaphors serving as a social criticism. Guided by an adequate linguistics theory, this study has suggested that myths in the traditional Malay works carry significant second edition synthesizes the emerging knowledge base on the diversity of stepfamilies, their inherent concerns, and why so relatively little is still known about them. Its extensive findings shed needed light on family arrangements relatively new to the literature cohabitating stepparents, the effects of these relationships on different family members stepsiblings, stepgrandparents, the experiences of gay and lesbian stepfamilies, and the stigma against non-nuclear families. Coverage reviews effective therapeutic and counseling interventions for emotional, familial, and social challenges of stepfamilies, as well as the merits of family education and self-help programs. The authors explore prevailing myths about marriage, divorce, and stepfamily life while expanding the limits of stepfamily research. Among the topics included • The cultural context of stepfamilies. • Couple dynamics in stepfamilies. • Gay and lesbian couples in stepfamilies. • The dynamics of stepparenting. • Siblings, half-siblings, and stepsiblings. • Effects of stepfamily living on children. • Clinical perspectives on stepfamily dynamics. For researchers and clinicians who work with families, it enriches the literature as it offers insights and guidelines for effective practice as well as possible avenues for future research. Esther EidinowThis paper proposes that “myths” and myth-making can provide a framework for not only capturing ecological wisdom within its specialist domains, but also transmitting it as actionable knowledge beyond the boundaries of those domains. It argues that understanding the relationship between myth and “wisdoms” can lead to a powerful process for thinking about ecological futures, which may be realized through a strategic process such as AdgerThis review article examines some of the claims recently made in a book and article by Vyvyan Evans, which argue that the generative approach to syntax is flawed. It exposes a number of misrepresentations, misunderstandings and mistakes in these works and argues that the general case has not been made.
Waktu Baca 4 menit“Eh, kamu udah nonton episode kemarin malam belum? Jahat banget sumoah ibu tirinya, sampe dipukul segala.”Kita pasti pernah nonton sinetron lah ya melalui televisi atau bahkan platform lain seperti youtube atau media streaming lainnya. Di sinetron yang kebanyakan mengisahkan mengenai perjuangan percintaan dua insan dengan berbagai macam konflik yang bisa kita katakan lebay itu, pasti aja ada ibu tirinya, dan kebanyakan pasti ibu tiri tokoh utama perempuan. Entah di sinetron atau drama luar pun banyak yang nunjukin ibu tiri itu pasti jahat dengan kekhasannya yang penjilat, melakukan kekerasan pada anak tirinya, dan pilih kasih antara anak kandung dan anak kalau dipikir-pikir lebih dalam nih, kan enggak juga ibu tiri itu pasti jahat. Banyak juga yang membantahkan konotasi ibu tiri yang dinilai negatif oleh masyarakat, dan bahkan justru ada juga yang lebih baik dari orang tua kandungnya bahkan. Bahkan di luar sana pun, justru orang tua kandunglah yang jahat dan melakukan tindak kekerasan pada anak kandungnya banyak argumen masyarakat yang membantah konotasi ibu tiri dan keluarga tiri itu jahat, kenapa sih kok konotasi itu masih aja dipakai sampai sekarang, khususnya di sinetron, cerita pendek populer, dan novel populer? Berikut Panji pada Ibu TiriSebagai informasi, Panji merupakan salah satu sastra terkuno asli dari Nusantara Tanah Jawa yang mengisahkan kisah-kisah lokal masyarakat tanpa ada pengaruh dari epos-epos India. Kisah-kisah Panji masih bisa kita temukan banyak hingga sekarang, biasanya dikisahkan dengan ketoprak ketoprak pertunjukan, ya, bukan makanan sama dongeng-dongeng waktu kita kecil. Di antara banyaknya kisah Panji, salah satu kisahnya itu mengenai ibu penelitiannya Cokrowinoto dkk. Mengenai “Pengaruh Cerita Panji pada Alur Roman Jawa Modern” tahun 1990, kisah-kisah roman Panji kisah-kisah tentang ibu tiri/keluarga tiri yang dilawankan dengan tokoh utama untuk menambah nilai estetik dan konflik batin. Model istanasentris kisah Panji juga yang mendukung konotasi ibu tiri yang haus akan kekayaan, penjilat, dan abusive. Ciri-ciri tersebut pun disertai dengan konflik istana seperti peperangan, konflik wilayah, dan perebutan kekuasaan. Kekhasan tersebut digunakan untuk menambah bumbu keindahan dalam konflik utama, seperti kekasih yang pergi dan sepasang kekasih yang saling menyamar agar tidak diketahui orang banyaknya kisah Panji tersebut, perlahan masyarakat lampau mengembangkan kisahnya dan didongengkan pada Ibu Tiri dan Sinema Elektronik Tanah AirWaktu kecil pasti lah kita sering mendengar, membaca, ataupun diceritakan mengenai dongeng-dongeng. Cerita seperti “Ikan Mas”, “Ande-ande Lumut”, dan yang telah menjadi public culture “Cinderella” ditunjukkan sekali Lady Tremaine dan anak-anak kandungnya yang abuse pada Cinderella. Khas sekali kisah-kisah ibu tiri seperti Lady Tremaine yang penjilat pada suami terbaru, sayang dengan anak kandungnya saja, dan mempembantukan anak apalagi waktu masih anak-anak dan belum memiliki pengetahuan yang banyak, pasti kita pun terpengaruh dengan ketakutan para Cinderella’ dongeng-dongeng itu. Gara-gara itu, pasti kita pun punya pikiran sepintas untuk tidak punya ibu tiri atau saudara tiri sejahat tersebut sudah terbentuk dari dongeng-dongeng dan mulai dikisahkan dalam beberapa kisah pelipur lara, salah satunya kisah ibu tiri jahat hingga sekarang. Semakin berkembangnya zaman dan informasi sudah mulai mudah didapatkan pula, semakin kreatif dan banyaknya sinetron dan FTV tanah air yang beberapa terinspirasi dari alur cerita Panji dan saluran TV yang mengisahkan kisah-kisah ibu tiri jahat, ditambah lagi banyaknya produk yang diiklankan dalam sinetron dan FTV menunjukkan masyarakat Indonesia masih memfavoritkan kisah roman picisan dan mendukung konteks ibu tiri jahat. Bahkan beberapa kisah pun sempat viral di sini, masih belum menjawab mengapa sih konotasi ibu tiri itu jahat?Konteks Ibu Tiri pada Kehidupan Nyata Walaupun konotasi ibu tiri jahat dibesar-besarkan dalam kisah-kisah lampau dan pelipur lara elektronik masa kini, ibu tiri justru menjadi salah satu kendala, khususnya dalam kehidupan berkeluarga. Adanya keluarga tiri yang hadir dalam keluarga kandung memiliki banyak batas-batas kejiwaan, terkhusus antara anak dan orang tua 2020 pernah membahas alasan kejiwaan yang menyebabkan konotasi ibu tiri menjadi jahat. Orang tua tiri dengan anak tirinya memiliki batasan, karena dia hadir dalam satu keluarga yang telah retak sebagai orang asing dan berusaha menggantikan sosok yang ditinggalkan. Hal tersebut juga semakin menimbulkan keresahan, khususnya jika anak tidak setuju dengan adanya orang tua orang tua tiri terkadang muncul tidak untuk cinta. Hal tersebut wajar di masyarakat bahwa fakta pernikahan tidak hanya berdasarkan cinta, melainkan harta. Lady Tremaine yang menikahi ayah kandung Cinderella pun tidak hanya ada di Dongeng-dongeng saja, melainkan banyak Lady Tremaine yang menikah dengan alasan seperti itu. Tidak adanya landasan cinta dalam pernikahan yang menyebabkan relasi orang tua tiri dengan anak tirinya semakin runyam dan lagi jika orang tua tiri yang hadir bukanlah perempuan yang pernah berkeluarga. Walaupun ibu tiri berusaha sebagaimana mungkin caranya dekat dengan anak, caranya pasti berbeda dengan perempuan yang pernah berkeluarga, dan pasti memiliki bekal dan pengalaman mendidik anak. Hal tersebut juga ditambah dengan bayang-bayang anak yang masih merindukan orang tua kandung seperti Cinderella yang merindukan sosok ibu aslinya. Hal tersebut jika ditumbuhkan di sepanjang waktu justru dapat menjadi konflik besar antara orang tua tiri dengan anak jika masing-masing pihak tidak sama-sama rendah konotasi ibu tiri yang jahat memang ada di masyarakat, apakah berhak sih kita nge-judge semua ibu tiri itu jahat? Tentu tidak. Dalam kehidupan nyata, masalah antara ibu tiri dan anak tirinya tidak hanya terdapat pada anaknya saja, melainkan ibu tiri juga. Orang tua tiri justru dapat lebih baik bagi anaknya, dan dapat menggantikan sosok orang tua baik bagi anaknya. Bahkan, perjuangan ibu tiri di masa modern ini menjadi berat dengan konotasi masyarakat yang masih konservatif ini. Don’t judge book by it cover!
Gabung KomunitasYuk gabung komunitas {{forum_name}} dulu supaya bisa kasih cendol, komentar dan hal seru lainnya. Sering kali kita mendengar citra buruk dari seoeang ibu tiri yang jahat dan kejam kepada anak tirinya. Benarkah demikian? Hal ini ditambah dengan film atau sinetron yang memperlihatkan kalau ibu tiri itu jahat, bahkan dongeng bule Cinderella juga menggambarkan ibu tiri itu bengis kepada anak tirinya. Tak ayal banyak anak-anak akan takut ketika ditakut-takuti punya ibu tiri. Padahal memang tidak semua ibu tiri itu kejam walaupun ada beberapa yang demikian. Nah, kira-kira kenapa ya image ibu tiri itu buruk dan kita justru jarang mendengar ayah tiri jahat? Ingat, tidak semua wanita atau ibu tiri seperti yang digambarkan pada narasi di bawah ini. 1. Wanita Ingin Mendominasi Seorang wanita yang menikah dengan laki-laki yang mempunyai anak, katakanlah wanita tersebut sangat haus cinta dari suaminya dan tak ingin cintanya tersebut terbagi kepada anak tirinya. Ingat, ada kasus di mana istri marah ketika memberi uang ibunya si suami tersebut, karena pada dasarnya wanita seperti ini ingin mendominasi dengan kata lain selfish alias terlalu mencintai diri sendiri. Nah, begitu pun ketika si wanita punya tiri. Instingnya akan berkata kalau anak tersebut akan membuat perhatian suaminya akan terbagi. Wanita seperti ini tidak mau disakiti tapi egois dan tak peduli dalam menyakiti orang lain. 2. Lebih Sayang Pada Anak Kandung Bukankah wanita lebih mengedepankan perasaan daripada logika? Justru karena inilah ibu tiri akan jauh lebih sayang pada anak kandung daripada anak tiri karena tentu saja perasaan cintalah yang bisa melakukan demikian. Wanita seperti ini akan menganggap anak tirinya orang asing bahkan beban yang tak seharusnya dia tanggung. Yang dia ingin terima dalam hidupnya ya suami dan anak kandungnya saja. 3. Pernikahan yang Tak Berdasarkan Cinta Kalau ini berbeda dengan poin di atas di mana wanita menikah dengan suami yang sudah punya anak berdasarkan karena memang saling cinta tapi hanya cinta kepada suaminya saja. Yang satu ini pernikahan didasari atas materi, sudah biasa dalam kehidupan kalau seorang wanita akan lebih memilih laki-laki yang sudah mapan kaya raya sekalipun laki-laki itu sudah tua dan sudah punya anak, bentuk fisik suami tak lagi jadi penting. Tuntutan kehidupan yang membuat wanita seperti ini dan itu sudah jadi hal yang natural. Tapi, pernikahan seperti ini ketika si suami sudah punya anak dan istrinya hanya ingin hartanya yang terjadi adalah si wanita ini tak peduli dengan anak tirinya bahkan jahat apabila anak tersebut masih kecil. Apabila si anak sudah dewasa, ada kalanya si anak tak menyukai kehadiran ibu baru. Stigma negatif ibu tiri yang jahat, kejam, dan gila harta membuat sebagian anak tidak mau dengan hadirnya ibu tiri di kehidupan mereka. Nah, menurut agan gimana? Referensi 17-11-2022 1015 dan 2 lainnya memberi reputasi KASKUS Addict Posts 3,788 ane pernah tinggal ama ibu tiri,emang bener bajingan kek di sinteron2 17-11-2022 1026 adolfsbasthian memberi reputasi Ahh, itu stigma masa lalu. Sekarang ibu tiri malah jadi genre di PH 17-11-2022 1039 fachri15 memberi reputasi Kaskus Maniac Posts 4,191 QuoteOriginal Posted By piscerian►ane pernah tinggal ama ibu tiri,emang bener bajingan kek di sinteron2 Masa gan? QuoteOriginal Posted By itu stigma masa lalu. Sekarang ibu tiri malah jadi genre di PH Bisa aja ente.. 17-11-2022 1041 niat orang siapa yang tahu, hanya dia dan yang di Atas saja yang tahu 17-11-2022 1116 caerbannogrbbt memberi reputasi Takut bre.. Entar pas kita lagi ngantor, anak disiksa istri sambung.. Maklum.. saya korban filem ari anggara.. 17-11-2022 1140 ytbjts dan memberi reputasi Kaskus Maniac Posts 4,191 QuoteOriginal Posted By Okutet►niat orang siapa yang tahu, hanya dia dan yang di Atas saja yang tahu benar..QuoteOriginal Posted By bre.. Entar pas kita lagi ngantor, anak disiksa istri sambung.. Maklum.. saya korban filem ari anggara.. Contoh ibu tiri jahat di dunia nyata karena tuu felem dari kisah nyata.. 17-11-2022 1148 memberi reputasi itu paradigma jaman dulu ya.. kalo jaman sekarang, saking baeknya malah dibikin 'genre' tersendiri sumber brazz*rs 17-11-2022 1208 fachri15 memberi reputasi KASKUS Maniac Posts 8,570 karena dari cerita dongeng seperti itu 17-11-2022 1236 poin 2 bener bgt si,ane punya temen yg tnggal sm Ibu tirinya,emg ktnya yg sering diperhatiin anak kandungnya doang, tp untungnya bapanya msh bae dan care ke temen ane 17-11-2022 1244 Tetangga ane duda tua 65 an cerai mati dgn 3 anak dewasa dan beberapa cucu Nikah dgn janda tanpa anak 40an. Anaknya maksa dibagi duluan harta bapaknya sebelum nikah..karena ga percaya sama ibu tiri. 17-11-2022 1259 BENAR!!! 17-11-2022 1308 KASKUS Maniac Posts 5,110 ya menurut ane sih...yang paling tepat untuk disalahkan walau tidak 100% ya bapak kandung si anak nya..karena mungkin saat menikah lagi dia tidak memilih wanita yang tepat, hanya sekedar fisik semata atau tertipu pada pesona inner beauty yang palsu 17-11-2022 1316
ciri ciri ibu tiri yang jahat